Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.” Kenapa sampai para ulama mendahulukan mempelajari adab? Sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata, بالأدب تفهم العلم “Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.” Guru penulis, Syaikh Sholeh Al ‘Ushoimi berkata, “Dengan memperhatikan adab maka akan mudah meraih ilmu. Oleh Ary senpai ini sebagai sarana mempermudah pemahaman aja ya gaes, jangan galau Pada suatu malam ustad habib sedang berdiskusi dengan Bang Jack alias guru dari Ustad Habib itu sendiri. Kira-kira kayak gini. Ustad habib Guru, saya ingin bertanya nih… Bang Jack Bertanya apa muridku? Ustad Habib menurut guru, apa yang menjadi solusi degradasi moral saat ini, pada masa sekarang ini kan keilmuan maju, banyak sekali rumah tahfidz bahkan seperti industry rumah tahfidz, terus sekolah-sekolah sudah banyak. Tapi kok kemerosotan moral semakin tajam, ini gimana solusinya guru? Apakah harus kembali lagi ke jaman rasul atau apa? Bang Jack Kalau kembali ke jaman rasul, emang kamu punya mesin waktu? Lagian ntar kamunya yang kaget kalau melihat hokum yang kamu sendiri masih mumet, hehehehe Ustad Habib apa solusinya guru? Bang Jack kuncinya ini anak muda, iman sebelum adab, adab sebelum ilmu dan ilmu sebelum amal. Ustad Habib penjelasannya bagaimana? Bang jack Iman sebelum adab adalah hal dimana diri kita ini harus benar-benar mengerti sejatinnya manusia dibumi ini sebagai siapa? Sebagai mahluk atau cuman pantes-pantes? Tentunya jika kamu ngaku sebagai mahluk yang diberikan banyak kelebihan, kamu harus tahu juga bahwa Allah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepadaNya. Nah dari situ kita akan tahu tentang adab berhubungan dengan Allah sebagai Tuhan kita, kemdian berhubungan dengan manusia sebagai sarana beribadah secara horizontal anak muda. Ustad Habib Kemudian adab sebelum ilmu itu bagaimana? Bang Jack Adab sebelum ilmu itu diartikan sebagai diri manusia harus memiliki akhlak yang bagus sebelum menerima banyak ilmu yang ada, misalnya nih mas habib ingin menjadi penghafal quran, tentunya sebelum memilih rumah tahfidz mana yang manu dituju hal pertama yang harus dilakukan adalah bagaimana kita memiliki akhlak yang mulia. Misalnya mas habib tidak mengedepankan akhlak atau adab, bisa jadi nantinya mas habib kalau udah jadi penghafal malah digunakan untuk pamer atau untuk mencari ketenaran dari hafalan mas habib itu sendiri. Ustad habib wah wah, iya iya, jaman sekarang banyak banget rumah tahfidz tapi dampaknya belum terasa di masyarakat. Bang jack hahaha saya gak ngebahas kayak gitu lho mas, oh ya yang terakhir adalah ilmu sebelum amal. Jadi sebelum kita beramal kita harus berilmu dulu, kita harus ngerti ini amalan atau perbuatan sesuai dengan anjuranNya atau tidak. Kebanyakan kita hanya menang semangat, misalnya mas habib sangat bersemangat belajar agama, akan tetapi belum tahu ilmu agama secara mendalam, mas habib kemudian melakuka kejahatan atas nama agama, nah itulah yang harus menjadi PR yaitu ilmu sebelum amal. Istilahnya orang jawa adalah kabeh ilmu diamalke lan kabeh amal ana ilmune. Ustad habib wah wah, iya iya, terima kasih guru. Hormat padamu y Bang jack ojo alay mas, biasa wae, saya masih banyak kekurangan. [Graha Sedekah; dengan semangat baru memulai perjalanan sejak tahun 2008. Demi menggerakkan generasi qur’ani Indonesia melalui cita-cita visioner mengenai pendidikan yang islami, akan terus berperan aktif dengan semangat tanpa henti untuk fokus mengelola potensi umat dalam rangka membangun peradaban menuju ridlo ilahi]

Belajarlah adab sebelum belajar ilmu” (Hilyatul Auliya [6/330], dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi [17]) 4. Adab dalam menuntut ilmu adalah sebab yang menolong berkahnya ilmu Adab merupakan ilmu dan amal. Dan para ulama juga membuat kitab-kitab dan bab tersendiri tentang adab menuntut ilmu. Adab dalam menuntut ilmu

Semalam saya berdiskusi dengan suami mengenai progres hafalan Faris yang belum nambah-nambah. Mungkin dia bosan dengan metode pembelajaran saya, atau memang saya yang kurang mumpuni mendampinginya belajar. Entahlah, berkecamuk banyak pertanyaan di benak saya kenapa begini kenapa begitu. Saya terlalu menuntutnya mungkin, menggegasnya lebih awal tanpa memperdulikan hal-hal kecil yang sesungguhnya justru itulah yang bisa dia hadiahkan kepada saya saat ini. Seperti bersegera wudhu dan sholat jika sudah terdengar adzan, lebih aware saat bersuci setelah kencing, tidak berbicara saat di dalam kamar mandi, dan beberapa adab baik lainnya yang sudah ia laksanakan. Tetapi saya justru menuntut kekurangannya. Apanya yang salah? Pagi tadi saya lihat rekaman Ustadz Nuzul Dzikri Lc yang judulnya “Ayah Bunda Tolong Bawa Aku Ke Surga”. Dijawab banget semuanya disitu. Tentang kewajiban orang tua membekali anak terlebih dahulu dengan Iman sebelum Al Quran. Karena Iman akan menjadi bekal dikehidupannya sampai ke akhirat. Apakah itu kecerdasannya dalam hal ilmu dunia, ataupun tentang hapalan Al Quran nya yang banyak, tanpa Iman, maka ia sia – sia. Hebat di dunia tanpa iman, menjadikannya tidak selamat di akhirat. Hebat hapalan Al Qurannya tanpa Iman melakukan ketaatan akan menjadikannya seorang munafik. Maka sampaikan kepada anak kita tentang ini ; Abdullah bin Abbas –radhiyallahu anhuma– menceritakan, suatu hari saya berada di belakang Nabi shallallahu alaihi wasallam. Beliau bersabda, “Nak, aku ajarkan kepadamu beberapa untai kalimat Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat bersatu untuk memberimu suatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan andaipun mereka bersatu untuk melakukan sesuatu yang membahayakanmu, maka hal itu tidak akan membahayakanmu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering. Masyaa Allah, mendengar ini rasanya saya baru diingatkan tentang hal mendasar yang justru terlupakan. Dengan itu saja, sudah cukup seorang anak terhindar dari keadaan down saat gagal ujian masuk perguruan tinggi yang ia cita – citakan karena meski ia telah ikhtiar tapi jika itu bukan takdirnya maka tidak akan ia raih. Iapun percaya ada rencana Allah lainnya yang menjadi takdirnya dan itu baik baginya. Tidak akan ada anak yang minder jika keadaannya berbeda dengan teman lainnya. Baik dalam hal harta, keadaan fisik, maupun kecerdasannya. Karena ia tahu, Allah telah berikan sesuai dengan takdirnya. Sebagian kita terlalu menuntut anak untuk pintar disemua mata pelajaran. Sibuk dengan les ini dan itu. Menyampaikan bahwa kamu suatu saat harus jadi orang dengan ilmu kamu. Maka kamu harus pintar. Harus rajin belajar. Ya benar, pintar memang harus. Tapi jika itu untuk dunia, temukan saja satu bakatnya yang bisa menjadi bekal hidupnya. Apakah ia berpotensi menjadi seorang dokter, maka tidak perlu memaksanya pandai juga banyak bahasa asing. Jika dia berbakat dibidang matematika, maka tidak perlu memaksanya pandai desain misalnya. Agar waktunya terfokus pada bidang yang ia minati. Bahwa membekali anak agar siap menghadapi masa depan dengan dengan ilmu paling canggih saat inipun, belum tentu dimasa depan ilmu itu bisa ia pakai. Semua cepat berganti. Bukankah banyak saat ini orang – orang yang bekerja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya dahulu? Namun dengan iman, apapun itu tak kan jadi masalah. Karena Firman Allah “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” QS. Ath Tholaq 2-3 Lalu mengapa kita masih sibuk dengan persiapan dunianya saja ; Ini asuransi pendidikan, ini asuransi kesehatan, ini tabungan untuk nanti menikah, ini rumah untuk anak – anak, dst. Sampai – sampai kita sibuk dengan pekerjaan dan tak sempat lagi menikmati kebersamaan dengan anak, memberikan mereka nasihat, membekali mereka dengan berbagai rencana akhirat. Sampai lalai membekalinya dengan iman. Bahwa Allah melihatnya, bahwa setiap tindak langkahnya dicatat malaikat, bahwa jika ia kesulitan Allah yang akan menolongnya, jika ia kebingungan Allah pula yang akan menuntunnya. Bagaimana bisa kita marah kepada anak saat nilainya buruk, saat ia membangkang, saat ia tak mau sekolah. Bukan marah karena anak lalai dengan sholatnya, tak peduli dengan pergaulannya. Kita bisa marah saat anak susah bangun pagi untuk berangkat sekolah, tapi tak marah saat anak tidak bangun untuk sholat subuh. Astaghfirullah…. Bukan berapa banyak juz anak kita hapal Al Quran, tapi hatinya hampa dari rasa cinta kepada Allah. Bukan berapa banyak prestasinya ia raih disekolah, tapi seberapa dalam kecintaannya kepada Allah. Menggantungkan hati dan harapan hanya kepada Allah. Bersungguh – sungguh dalam ketaatannya kepada Allah. Jika Iman ada dalam hatinya, profesi apapun yang halal, jadi apapun ia kelak, maka itulah investasi akhirat. Itulah kesuksesan sejati. Agar sekeluarga, bisa berkumpul kembali di SurgaNya Kelak. KhutbahJumat: Pentingnya Berilmu Sebelum Beramal. Aksara Mina 1 1124 Niat yang baik tentu diperlukan, tetapi harus dimulai dengan ilmu. Tanpa ilmu, tanpa bimbingan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Nurijal – Mahasiswa Manajemen Pendidikan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta PLP-KKN Integratif di Kankemenag Kulon Progo Kesungguhan hati dalam menuntut ilmu merupakan suatu pedoman dan prinsip yang selalu di tanamkan pada setiap orang. Menuntut ilmu sendiri merupakan suatu kewajiban dan termasuk hal penting yang tidak bisa dilewatkan bagi setiap orang. Sebab dengan adanya ilmu kita dapat menjadi seseorang yang mulya. Untuk mencapai semua itu tentunya tidak dilakukan dengan semudah membalikkan tangan. Akan tetapi harus dicapai dengan kesungguhan hati yang kuat. Dalam Islam, mencari ilmu hukumnya wajib bagi setiap orang. Untuk mengaplikasikan kewajiban tersebut dapat dicapai dengan kegigihan yang kuat. Hal ini sesuai dengan dhawuh Baginda Nabi Muhammad SAW قال رسول الله صلى الله عليه وسلم طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة “Menuntut ilmu wajib bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan”. اطلبواالعلم ولو بالصين “Tuntutlah ilmu, walau sampai ke negeri China.” Sekarang ini banyak sekali orang pintar dan meliliki keilmuan yang luas. Tetapi ternyata dengan keilmuanya yang luas tersebut kurang tepat dalam pengaplikasianya justru merasa paling bangga seolah-olah dialah yang paling benar dan merasa paling pintar dibanding yang lain. Maka dari itu, adab dan etika perlu diterapkan sebagai penyeimbang ilmu dan kepintaran yang kita miliki. Sebab, kepintaran seseorang tidak akan ada harganya apabila tidak mempunyai adab etika. Ilmu akan menjadi berbahaya bagi dirinya dan orang lain apabila tidak dihiasi dan dibarengi dengan akhlak. Dalam hal ini Muhammad Syafi’i Baidlowi, Pengasuh Ponpes Ma’hadut Tholabah, Babakan, Lebaksiu, Tegal setiap kali mengajar santri-santrinya selalu berpesan tentang pentingnya menjaga adab dan etika, baik di dalam pondok atau saat di rumah. Pepatah arab mengatakan “Al adabu Fauqol ’ilmi” yang artinya adab itu lebih tinggi dari pada ilmu. Kalau hanya mengandalkan ilmu tanpa di barengi adab, iblis lebih bisa. Sebab iblis diberikan keistimewaan oleh Allah lebih pintar dari pada manusia. Imam Malik pun pernah berkata kepada salah seorang pemuda Quraisy tentang pentingnya mendahulukan adab sebelum mempelajari ilmu. تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.” Mempelajari adab dan etika membutuhkan proses waktu yang lama. Faktor terpenting yang mempengaruhi baik burukya perilaku yaitu lingkungan, baik keluarga ataupun masyarakat. Banyak ulama dalam memepelajari adab itu lebih lama ketimbang mempelajari ilmu. Memiliki sedikit adab justru lebih penting dari pada mempunyai banyak illmu. Mengapa demikian, sebab orang yang berilmu tinngi belum tentu beradab. Tetapi orang yang beradab sudah pasti berilmu, karena mampu menempatkan ilmu tersebut sesuai dengan semestinya. Marikah kita mulai menanamkan dan menumbuhkan adab dan etika seperti ketika berjumpa ucapkanlah salam, menghormamati yang lebih tua, bila lewat di depan orang banyak hendaklah permisi. Semakin baik perilaku kita, maka orang lain akan menilai jauh lebih baik. Salah satu ulama besar Al Habib Lutfi pernah mengatakan, bahwa beliau ketika hendak makan saja selalu berpakaian rapi, wangi, dan bersih. Menurut beliau itu salah satu adab terhadap makanan, kepada Allah yang memberikan rezeki. Betapa pentingnya adab sebagai penghias ilmu yang kita miliki. Orang bijak mengatakan “jika engkau ingin dihormati dalam dalam hidupnya, maka belajarlah untuk menghormati orang lain.” Dibaca 15,269 ADABMENUNTUT ILMU “Janganlah engkau memberitahukan tentang kabar gembira ini kepada mereka, agar mereka tidak bersandar tanpa amal." Muttafaqun 'alaih.12 Doa dan dzikir yang dibaca pada penutup majelis: 1. Dari Ibnu Umar radhiyallahu „anhu ia berkata, 'Jarang sekali Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam berdiri dari majelis JAKARTA - Pada masa generasi Thabi'in, ada seorang ulama cendekiawan yang sangat luas dan mendalam keilmuannya. Sampai-sampai oleh para ulama lainnya digelari "Rabi'atur Ra'yi" Logika musim semi. Gelar untuk menggambarkan betapa jenius ulama ini. Praktis, Rabi'atur Ra'yi menjadi tujuan uatama para penuntut ilmu untuk belajar. Tidak terkecuali Malik bin Anas. Seorang remaja yang kelak akan dikenal sebagai Imam Malik Rahimahullah, peletak dasar Madzhab Maliki. Ada momen terpenting, menurut saya, yang perlu kita underline, ketika Malik bin Anas akan belajar kepada Rabi'atur Ra'yi, yaitu nasehat sang Bunda. "Nak, camkan pesan ibu, pelajarilah olehmu adab Rabi'atur Ra'yi sebelum kau pelajari ilmunya." Sebuah pesan singkat, namun sangat mendalam maknanya. Sejatinya, ada pesan lain yang tersirat dari pesan Bundanya Malik bin Anas, yaitu "Nak, jika kau tak temui adab pada diri Rabi'atur Ra'yi, maka kau tak perlu buang-buang waktu belajar ilmu kepadanya." Mengapa? Sungguh, tak akan bermanfaat ilmu setinggi apapun jika tiada adab di dalamnya. Terlebih bila ilmu setitik nila, plus kehilangan adab. Allah telah menyindir keras para ahli ilmu Rabi Bani Israil yang tiada adab dalam dirinya dengan perumpamaan seekor keledai yang memikul kitab-kitab dipunggungnya QS. 62 5. Keledai tentulah tiada paham untuk apa kitab-kitab yang dipikulnya itu. Demikianlah, Allah menyindir keras para ahli ilmu yang berjilid-jilid kitab dalam kepalanya, namun tiada adab tertanam dalam diri dan lisannya. Sia-sia ilmunya. Bahkan, malah menyeretnya pada jika para ulama sepakat, "Kada al-adab qabla al-'ilm" Posisi adab itu sebelum ilmu. Syaikh Ibnu Mubarak, seorang ulama yang sangat shalih, berkata, "Thalabtul adab tsalatsuna sanah wa thalabtul 'ilm 'isyrina sanah" Aku belajar adab 30 tahun lamanya, sedang aku belajar ilmu hanya 20 tahun lamanya. Jernih sekali nasehat Imam Asy-Syafi'i kepada Imam Abu Abdish Shamad, gurunya anak-anak Khalifah Harun Al-Rasyid, "Ketahuilah, yang pertama kali harus kamu lakukan dalam mendidik anak-anak khalifah adalah memperbaiki dirimu sendiri. Karena, sejatinya paradigma mereka terikat oleh paradigma dirimu. Apa yang mereka pandang baik, adalah apa-apa yang kau lakukan. Dan, apa yang mereka pandang buruk, adalah apa-apa yang kau tinggalkan." Maka, sudahkah konsep adab sebelum ilmu diterapkan di sekolah-sekolah kita? Sudahkah kita belajar adab sebelum ilmu? Dan, sudahkah kita belajar ilmu kepada guru yang memiliki adab mulia? Oleh Muhammad Syafi'ie el-Bantanie, Direktur Dompet Dhuafa Pendidikan, Founder Sahabat Remaja Indonesia BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini Sebelummemulai pembelajaran di rumah maupun di sekolah, ada baiknya diawali dengan membaca doa belajar. Berdoa sebelum belajar dimaksudkan agar diberikan kemudahan oleh Allah SWT dalam mencari ilmu yang bermanfaat. Berikut ini kumpulan doa sebelum dan sesudah belajar dikutip dari Buku Kumpulan Doa dari Dirjen Bima Islam Kemenag. Islam mengajarkan, proses belajar tidak hanya menghasilkan insan yang berilmu, tetapi juga berakhlak karimah. Artinya, dalam mencari ilmu, adab harus selalu dipegang teguh dan diamalkan. Menurut Ustaz Mus’tain Nasoha, pentingnya adab berada pada tataran yang mendahului berilmu. Dai muda asal Solo, Jawa Tengah, itu menerangkan, adab dapat dimaknai sebagai kesopanan, sopan santun, atau tata krama yang selaras dengan ajaran Islam. Adab juga berarti kepatutan dalam urusan-urusan agama dan duniawi. Orang yang berkomitmen menjaga adab akan memahami hakikat berilmu. Lelaki yang akrab disapa Gus Musta’in itu memberikan beberapa contoh adab, yakni kesabaran. Menukil Imam Syafii, barangsiapa yang tidak bersabar saat menuntut ilmu, maka hidupnya akan sengsara hingga akhir hayat. Sebaliknya, bersabar dalam mencari ilmu, akan berujung pada kemuliaan di dunia dan akhirat. “Pertama, adab yang harus dimiliki seorang pencari ilmu adalah harus sabar dan sabar ini adalah kunci utama,” kata mubaligh yang lahir di Gerobogan, Jawa Tengah, pada 1992 silam itu. Bagaimana kiat-kiat menjadi seorang pembelajar yang baik sehingga terus konsisten dalam beradab? Seperti apa contoh teladan dari kaum ulama terdahulu mengenai pentingnya adab? Untuk menjawabnya, berikut petikan wawancara wartawan Republika, Muhyiddin, dengan Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Hukum Islam IAIN Surakarta itu. Perbincangan berlangsung baru-baru ini melalui sambungan telepon. Bagaimana Islam memandang kedudukan pencari ilmu? Mencari ilmu, menurut ajaran Islam, itu hukumnya wajib. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” Kanjeng Nabi SAW juga mengingatkan, untuk menilai apakah seseorang baik atau tidak, lihatlah seperti apa semangatnya dalam belajar. Bila dia semangat, misalnya, datang ke majelis taklim, pada hakikatnya ia telah diangkat derajatnya oleh Allah SWT. Beliau juga menyatakan, “Thalabul ilmi faridhatun ala kulli muslimin wal muslimah.” Di hadis sahih itu, kalimat yang digunakan ialah faridhatun, bukan faridhun. Huruf ta dalam faridhatun itu adalah ta mubalaghah, yang bermakna sangat'. Itu menunjukkan, mencari ilmu sangat wajib. Kanjeng Nabi SAW jarang-jarang menegaskan seperti itu. Namun, dalam bab ilmu beliau menyatakan sangat wajib. Imam Ahmad bin Ruslan dalam kitab Zubad berkata, berislam itu tak akan benar kecuali dengan ilmu. Kalau orang berislam dan enggan belajar, semua ibadahnya dilakukan tanpa dasar ilmu. Maka amalannya ditolak Allah. Apa saja yang perlu diperhatikan dalam memilih guru? Syekh Zarnuji dalam Ta’lim Muta’allim telah menulis tentang hal-hal yang harus disiapkan ketika mencari guru. Pertama, seseorang harus duduk di depan guru terlebih dahulu untuk melihat, apakah cocok dengan guru tersebut atau tidak. Jadi, tidak langsung berguru. Kalau kita melihat para ulama zaman silam, mereka duduk-duduk dahulu di majelisnya seorang ulama untuk memastikan kecocokannya. Guru yang cocok itu harus sesuai dengan ilmu yang hendak dicari. Misalnya, kita mau belajar ilmu fikih, maka belajar ke ulama yang ahli fikih. Carilah guru karena ilmunya. Kemudian, sanad ilmu sang guru juga harus jelas. Kalau bisa, carilah guru yang nasabnya bagus. Karena, nasab yang bagus akan menjadi salah satu sebab ilmu kita diberkahi Allah. Kedua, jangan mencari guru karena gelarnya. Carilah guru karena ilmunya. Kemudian, sanad ilmu sang guru juga harus jelas. Kalau bisa, carilah guru yang nasabnya bagus. Karena, nasab yang bagus akan menjadi salah satu sebab ilmu kita diberkahi Allah. Terakhir, carilah guru yang berakhlak baik. Ini sebagaimana dikatakan Hammad bin Abi Sulaiman dalam kitab Ta’lim Muta’allim. Makanya, dalam kitab Hasyiyah Bajuri juga, orang bisa dipanggil “syekh” itu tiga syaratnya berilmu tinggi, berakhlak mulia, dan memiliki pengikut yang baik atau banyak. Mengapa sanad keilmuan itu penting? Dikatakan oleh Imam Abdullah bin Mubarak, bersanad itu salah satu daripada syarat beragama. Barangsiapa yang tidak bersanad dalam beragama, ia akan berbicara sesuai dengan hawa nafsunya sendiri. Makanya, Kanjeng Nabi mengingatkan, barangsiapa yang membaca Alquran, hadis, atau hukum Islam sesuai dengan otaknya sendiri, tanpa disertai ilmu tafsir atau ilmu hadis, maka tempatnya di neraka. Bahkan, Imam Malik bin Anas pernah mengatakan dari Imam Ibnu Sirin, ilmu adalah bagian agama. Kalau orang beragama dan tidak berilmu, maka agamanya tidak sah. Karena itulah, siapapun harus memperhatikan dari mana ilmu itu diperolehnya. Syekh Sufyan ats-Tsauri mengatakan, sanad ibarat pedang atau senjata bagi orang beriman. Kalau Mukmin tidak memiliki senjata, bagaimana bisa memenangkan jihad? Artinya, kalau tidak memiliki sanad, bagaimana dia bisa benar dalam berislam? Maka, tidak hanya harus menuntut ilmu dan berguru. Gurunya pun mesti bersanad sampai Nabi Muhammad SAW. Kalau tidak demikian, seseorang akan cenderung radikal nanti dalam memahami agama -Red. Bagaimana pentingnya adab seorang pembelajar, khususnya terhadap guru? Tentu, adab menjadi penting. Pertama-tama, pencari ilmu memiliki adab, yakni sabar. Kesabaran memang kunci utama. Imam Syafii mengatakan, barangsiapa yang tidak bersabar saat menuntut ilmu, maka hidupnya akan sengsara hingga akhir hayat. Barangsiapa bersabar dalam mencari ilmu, ia akan mendapatkan kemuliaan di dunia dan akhirat. Adab yang kedua, seorang murid harus selalu bersangka baik kepada gurunya. Dikatakan oleh Habib Alwi bin Ali al-Habsyi, barangsiapa orang yang tidak beriktikad, tidak meyakini gurunya baik, maka ia tidak akan mendapatkan kemuliaan dari ilmu yang telah diperolehnya. Ketiga, seorang pencari ilmu harus menyadari, dirinya akan menjadi calon penerus para nabi. Sebab, ulama adalah pewaris para nabi. Maka, hendaknya ia senantiasa menjaga adab, seperti ketika berbicara atau makan. Beradabnya seperti adab Rasulullah SAW. Seorang ahli ilmu harus berusaha terdepan dalam mengikuti akhlak Nabi Muhammad SAW. Lalu, adab berikutnya ialah menghormati gurunya. Penghormatan juga kepada keluarga gurunya, kitab-kitab karya gurunya, serta orang-orang yang lebih tua. Wujudnya bisa beragam. Misal, tidak berjalan di depan gurunya. Berjalan depan guru bisa menjadi salah satu sebab ilmu kurang berkah. Di samping itu, jangan mendahului guru dalam berbicara. Seperti apa keteladanan dari generasi salaf tentang adab sebelum ilmu? Para ulama salaf tidak pernah menyia-nyiakan waktunya. Rutinitasnya selalu bersama dengan ilmu. Misalnya, Imam Syafii. Dirinya paling tidak senang kalau pergi ke tukang cukur. Daripada mencukur rambutnya, katanya, lebih baik mencari ilmu. Kalaupun jadi ke tukang cukur rambut, itu dilakukannya cepat-cepat karena ingin segera lanjut belajar. Bahkan, dalam satu kitab dikatakan, Imam Syafii pernah agak diprotes oleh tukang cukurnya. Kata tukang cukurnya, “Wahai imam, tolong berhenti sebentar. Karena, kalau tidak berhenti, mulut Anda akan terpotong.” Namun, Imam Syafii mengatakan, “Lebih baik lidahku terpotong daripada aku harus satu detik berhenti muraja’ah Alquran.” Contoh lainnya ialah, bapaknya Imam Ibnu Taimiyah. Ia juga pernah menjual barang-barang miliknya hanya untuk membayar seseorang duduk di depan kamar mandinya. Sebab, setiap bapaknya ini masuk ke dalam kamar mandi, ia ingin dari dalam kamar mandi pun tetap mendengarkan ilmu. Jadi, begitu semangatnya para ulama zaman dahulu dalam mencari ilmu. Keteladanan juga tecermin dalam konsistensi mereka yang sangat berhati-hati dalam makan dan minum. Artinya, menerima rezeki hanya dari jalan yang halal serta mengonsumsi yang halal pula. Makanya, para kiai kita juga sangat berhati-hati. Termasuk para pendiri Pondok Pesantren al-Muayyad Solo, Jawa Tengah. Bahkan, pasir yang dibawa ke pondok itu disucikan terlebih dahulu untuk menjaga dari najis. Makanan yang disuguhkan kepada para tukang juga terjamin benar-benar halal. Jangan sampai tercampur dengan perkara-perkara yang haram. Sebab, mengonsumsi yang haram akan menyulitkan diri kita untuk menyerap ilmu-ilmu agama. Apa saja kiat agar para pembelajar bisa konsisten dalam semangat menuntut ilmu? Pertama-tama, pahami hakikat kita sebagai manusia. Dalam bahasa Arab, manusia disebut al-insan. Asal katanya, anisa-ya'nisu dan anasa-ya'nusu. Artinya, makhluk yang selalu rahmah, selalu disiplin. Lalu, tiap manusia diperintahkan untuk beriman, mengikuti petunjuk Nabi Muhammad SAW. Mengapa nama beliau Muhammad? Muhammad itu artinya ialah orang yang banyak pujian. Dipuji karena banyak ilmunya di dunia dan akhirat. Makanya, kita sebagai pengikuti Rasulullah SAW memang harus berilmu. Dalam kitab Ihya Ulum ad-Din juga dijelaskan, suatu kali Rasulullah SAW pernah masuk ke masjid. Lantas, beliau melihat ada majelis zikir dan majelis ilmu. Beliau ternyata memilih majelis ilmu. Tidak boleh kita belajar ilmu karena takut dengan neraka. Tidak boleh juga kita belajar karena terlalu butuh surga. Harus tahu diri. Tujuan kita belajar ilmu adalah tetap harus untuk mencari ridha Allah. Puncak ilmu ialah timbulnya rasa takut kepada Allah. Benarkah demikian? Ciri-ciri orang yang benar-benar berilmu itu adalah takut kepada Allah. Takut di sini bukan berarti takut akan siksa neraka. Bukan pula karena kita butuh surga. Yang terpenting adalah senantiasa takut untuk tidak memanfaatkan hidup dalam rangka beribadah kepada Allah, dalam upaya meraih ridha-Nya. Karena ibadah harus dengan ilmu, maka takut pula bahwa waktu terlewatkan tanpa bersama dengan belajar atau menuntut ilmu. Tidak boleh kita belajar ilmu karena takut dengan neraka. Tidak boleh juga kita belajar karena terlalu butuh surga. Harus tahu diri. Tujuan kita belajar ilmu adalah tetap harus untuk mencari ridha Allah. Kesan dari Negeri Para Habib “Tuntutlah ilmu hingga ke Negeri Cina.” Perkataan itu tidak bersumber dari hadis. Namun, ada pesan yang cukup dalam dari ungkapan tersebut, yakni perlunya memperluas rihlah keilmuan. Pengembaraan intelektual juga dilakukan Ustaz Musta’in Nasoha. Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Hukum Islam IAIN Surakarta itu tidak hanya menuntut ilmu di dalam, tetapi juga luar negeri. Salah satu negara tempatnya belajar ialah Yaman. Di sana, terdapat salah satu pusat keunggulan yang sangat terkenal di dunia Islam, yaitu Tarim, Hadramaut. Bahkan, daerah tersebut menyandang julukan Negeri Para Habib. Sebab, ada banyak alim ulama yang berasal dari kawasan Yaman tersebut. Sebagian besar di antaranya juga memiliki nasab sampai pada Rasulullah SAW. Di kota para habib itu, pengasuh Majelis Raudlatul Muhibbin Solo tersebut menempuh studi di Fakultas Syariat Universitas Imam asy-Syafi’i. “Banyak ulama di sana kami ambil kitabnya dan sanadnya. Hampir semua kitab besar kami kaji secara talaqi atau langsung,” ujar dai yang akrab disapa Gus Musta’in itu kepada Republika beberapa waktu lalu. Ada kesan yang sulit terlupakan tentang Hadramaut. Menurutnya, kehidupan umat Islam di sana tak lepas dari menuntut ilmu-ilmu agama. Semua orang cenderung sibuk belajar. Suasananya juga sangat harmonis. Sukar menemukan orang yang saling bermusuhan. Penduduk Tarim masyhur akan kelembutan hati, gemar bersedekah terutama kepada para pencari ilmu. “Saya tidak melihat orang di sana itu hidupnya tidak ada manfaatnya. Semua waktu yang ada dimanfaatkan mereka. Hampir semua orang di sana itu berusaha mengamalkan akhlaknya Nabi Muhammad SAW,” katanya. Hampir semua orang di sana itu berusaha mengamalkan akhlaknya Nabi Muhammad SAW. Keistimewaan Yaman, lanjutnya, bahkan disebut oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadis sahih, beliau menerangkan, siapapun yang hendak mencari ilmu-ilmu agama, hendaklah mengadakan perjalanan ke negeri di selatan Jazirah Arab itu. “Kita tidak melihat orang di jalan kecuali membawa kitab. Kita tidak melihat orang pandai besi kecuali dari mulutnya selalu mengalir bacaan-bacaan Alquran,” kenang Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama LBM NU Surakarta itu. Sebelum merantau ke Hadramaut, alumnus S-2 Universitas Islam Kediri itu telah belajar di sejumlah pondok pesantren. Mula-mula, Gus Musta’in menimba ilmu di Pondok Pesantren Miftahul Huda Ki Ageng Tarub. Lembaga yang berlokasi di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, itu diasuh oleh yayasan yang didirikan keluarganya. Pesantren al-Faqih Grobogan dan Pesantren al-Muayyad Mangkuyudan Surakarta juga menjadi tempatnya menuntut ilmu. Belajarlah adab sebelum belajar ilmu” (Hilyatul Auliya [6/330], dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi [17]) 1. Adab dalam menuntut ilmu adalah sebab yang menolong berkahnya ilmu. Adab merupakan ilmu dan amal. Adab dalam menuntut ilmu merupakan bagian dari ilmu, karena bersumber dari dalil-dalil. Salah satu adab yang diajarkan dalam Islam adalah adab menuntut ilmu. Ya, adab dalam menuntut ilmau sangat diperlukan. Bahkan Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada orang Quraisy,تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”Maka dari itu, sangat penting untuk mempelajari adab terlebih dahulu sebelum menuntut ilmu. Berikut ini adalah adab dalam menuntut ilmu yang perlu diketahui1. Niat karena AllahHal pertama yang harus dipersiapkan sebelum menuntut ilmu adalah membenarkan niat. Niatkan semua ilmu yang akan kamu pelajari hanya karena Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Al Bayyinah ayat 5, وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِPadahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. Rasulallah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda, “Barangsiapa yang menuntut ilmu syar’i yang semestinya ia lakukan untuk mencari wajah Allah dengan ikhlas, namun ia tidak melakukannya melainkan untuk mencari keuntungan duniawi, maka ia tidak akan mendapat harumnya aroma surga pada hari kiamat.” HR. Ahmad2. Selalu berdoaDalam menuntut ilmu hendaknya kita selalu berdoa agar diberi kemudahan dalam menyerap ilmu dan Azza wa Jalla berfirmanوَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًاdan katakanlah ”Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”. [Thâhâ/20114]Baca jugaAdab menghadiri pernikahan dalam IslamAdab i’tikaf di bulan RamadhanAdab berkurban dalam IslamAdab cukur rambut bayi dalam IslamAdapun doa yang biasa dipanjatkan oleh Rasul dalam menuntut ilmu adalah,اَللَّهُمَّ انْفًًًًًًََعْنِيْ مَا عَلَّمْتَنِيْ وَعَلِّمْنِيْ مَا يَنْفَعُنِيْ وَزِدْنِيْ عِلْماًYa Allah, berilah manfaat atas apa yang Engkau ajarkan kepadaku, ajarilah aku hal-hal yang bermanfaat bagiku, dan tambahilah aku ilmu [HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Mâjah, dishahihkan al-Albâni]3. Selalu bersungguh-sungguhKetika menuntut ilmu hendaknya kita bersungguh-sungguh dan selalu antusias untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Seolah-olah tidak pernah kenyang dengan ilmu yang didapatkan, hendaknya kita selalu berkeinginan untuk menambah ilmu shallallahu alaihi wa sallam barsabda, “ Dua orang yang rakus yang tidak pernah kenyang yaitu 1 orang yang rakus terhdap ilmu dan tidak pernah kenyang dengannya dan 2 orang yang rakus terhadap dunia dan tidak pernah kenyang dengannya.” HR. Al-Baihaqi4. Menjauhi maksiatUntuk bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan berkah, maka jauhkanlah diri dari berbagai macam maksiat. Maksiat akan membuat otak menjadi sulit untuk berkonsentrasi sehingga ilmu sangat sulit أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ »Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali berbuat maksiat, maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya yang artinya, Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.”Baca jugaAdab bercandaAdab cukur rambut bayi dalam IslamAdab memotong rambut dalam IslamAdab menyamnpaikan nasihan dalam IslamAdab puasa Ramadhan5. Selalu rendah hatiBanyak sekali orang berilmu yang justru menjadi sombong hanya karena merasa lebih baik dibandingkan orang lain. Jika ingin mendapatkan ilmu yang baik dan bermanfaat, maka tetaplah menjadi pribadi yang rendah Mujahid mengatakan,لاَ يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ مُسْتَحْىٍ وَلاَ مُسْتَكْبِرٌ“Dua orang yang tidak belajar ilmu orang pemalu dan orang yang sombong” HR. Bukhari secara muallaq6. Memperhatikan penjelasanJika ingin mendapatkan ilmu dengan mudah, maka konsentrasilah ketika guru atau ustadz menjelaskan. Fokuslah untuk menyerap ilmu yang disampaikan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,“… sebab itu sampaikanlah berita gembira itu kepada hamba-hambaKu, yaitu mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan merekalah orang-orang yang mempunyai akal sehat.” QS. Az-Zumar 17-187. Diam menyimakSalah satu adab dalam menuntut ilmu yang banyak ditinggalkan adalah diam ketika guru atau ustadz menjelaskan. Jangan berbicara atau bahkan mengobrol hal yang sama sekali tidak penting bahkan tidak berhubungan dengan pelajaran yang disampaikan. Sebagaimana telah Allah firmankan dalam Al A’raf ayat 204,وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَDan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat jugaFungsi Iman Kepada Qada dan QadarManfaat Membaca Buku Menurut IslamNasib Al Qur’an di Hari KiamatMengenang Wafatnya Pedang Allah Khalid bin WalidHukum Membatalkan Perjanjian Dalam Islam8. MenghafalSetelah berhasil memahami ilmu yang disampaikan, maka hendaknya hafal lah ilmu tersebut agar lebih mudah diingat. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,“Semoga Allah memberikan cahaya kepada wajah orang yang mendengar perkataanku, kemudian ia memahaminya, menghafalkannya, dan menyampaikannya. Banyak orang yang membawa fiqih kepada orang yang lebih faham daripadanya…” HR. At-Tirmidzi.9. MengamalkanAkan percuma setiap ilmu yang didapatkan jika tidak diamalkan. Sudah seharusnya kita mengamalkanilmu yang kita dapatkan agar mendapatkan keberkahan dari Allah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan seorang alim yang mengajarkan kebaikan kepada manusia, kemudian ia melupakan dirinya tidak mengamalkan ilmunya adalah seperti lampu lilin yang menerangi manusia, namun membakar dirinya sendiri.” HR Ath-Thabrani10. MendakwahkanTidak ada ilmu yang bermanfaat jika tidak dibagikan kepada orang lain. Maka sebarkanlah ilmu tersebut kepada mereka yang belum mengetahuinya. Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” QS. At-Tahriim 6.Itulah 10 adab menuntut ilmu yang perlu diketahui. Semoga setiap ilmu yang kita dapatkan bermanfaat dan menjadi berkah bagi diri kita sendiri maupun orang lain. Aamiin. BerkataIbnu Abbas,”Khusyu`, akan tetapi tidak bermanfaat amalannya,” diterangkan oleh Ibnu Katsir, yaitu dia telah beramal banyak dan berletih-letih, akan tetapi yang diperolehnya neraka yang apinya yang sangat panas [3]. Oleh sebab itu, Imam Bukhari membuat bab di dalam kitab Shahih Beliau, Bab: Berilmu sebelum berucap dan beramal.”.
0% found this document useful 0 votes344 views4 pagesOriginal TitleAdab Sebelum Ilmu dan Ilmu Sebelum AmalCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes344 views4 pagesAdab Sebelum Ilmu Dan Ilmu Sebelum AmalOriginal TitleAdab Sebelum Ilmu dan Ilmu Sebelum AmalJump to Page You are on page 1of 4 You're Reading a Free Preview Page 3 is not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
.
  • 31tdaqos45.pages.dev/37
  • 31tdaqos45.pages.dev/48
  • 31tdaqos45.pages.dev/17
  • 31tdaqos45.pages.dev/227
  • 31tdaqos45.pages.dev/50
  • 31tdaqos45.pages.dev/319
  • 31tdaqos45.pages.dev/113
  • 31tdaqos45.pages.dev/170
  • 31tdaqos45.pages.dev/66
  • adab sebelum ilmu ilmu sebelum amal